Viral  

S.S BUDI RAHARDJO Menghayati Peran dan Profesi Sepenuh Hati

Cuplikan dari Buku Apa dan Siapa: Wartawan Hiburan Lintas Jaman

S.S BUDI RAHARDJO Menghayati Peran dan Profesi Sepenuh Hati

Media Internasional Tentang S.S BUDI RAHARDJO, Menghayati peran dan profesi sepenuh hati. Sosok dari 200-an wartawan hiburan (peliput musik, film, budaya, Tv, Theater dan lainnya).

Mengenangkan perjalanan jurnalistiknya sebagai jurnalis, Budi Jojo bernama asli Stevanus Slamet Budi Rahardjo selalu teringat dan bersyukur karena berguru pada Bens Leo.

“Saya bersyukur karena bertemu dan belajar menulis jadi wartawan dibimbing oleh Mas Bens Leo,” kata Budi Jojo tentang sosok wartawan dan pengamat musik legendaris itu.

Ketika tahun 1997, Budi Jojo mengikuti pelatihan jurnalistik yang diadakan di Radio Amigos, tempat Bens Leo menjadi salah satu pengisi acaranya.

Sejak menerima transfer ilmu tentang kewartawanan itulah, Budi Jojo menjadikannya sebagai titik tolak. Dia tak henti menjalani profesinya hingga sekarang menjadi Pemimpin Redaksi di Majalah “Matra” — dari grup Majalah “Tempo” — dan media konvergensinya “matranews.id”, “Matra TV”, dan “Eksekutif TV”.

Budi Jojo dilahirkan di Purwokerto, Jawa Tengah pada 7 September 1968.

Dia termasuk wartawan yang sangat menjaga penampilannya. Nyaris tak pernah dia terlihat ‘berantakan’. Stelannya adalah kemeja atau baju safari serta rambut pendek klimis. Ketika berdinas, dia tampak berbeda dengan wartawan hiburan lainnya. Rapi jali!

“Sudah bawaan orok dari kecil saya terbiasa berpakaian rapi. Kebetulan lingkungan kantor juga mendukung,” kata Budi Jojo.

Ilmu jurnalistik yang diperoleh dari Bens Leo dijadikannya bekal saat dia melamar kerja sebagai ‘stringer’ atau kontributor lepas di berbagai media seperti Majalah “Tren Pria” atau Majalah “Trend Anda”.

Dia juga menjadi Produser TV “Magazine” dan presenter di TV “Swara” dan “Q Chanel”, yang tayang di 12 TV daerah, Pimpinan Umum “Hariankami.com” “Tiras.id” serta “Beritasenator.com”.

Wilayah liputannya tak hanya di dalam negeri semisal Java Jazz, ia juga terbang ke Belanda meliput NorthSea Jazz Festival dan artis jazz di Fukuoka, Jepang.

Budi Jojo melewati masa-masa awalnya sebagai wartawan di sebuah tabloid film. Tugasnya menemui sejumlah artis. “Pertama kali saya mewawancarai Elsa Sigar, putri artis Ully Sigar Rusadi untuk tabloid film,” kenang Budi Jojo.

Ketika hasil wawancaranya dimuat dia sangat gembira dan bersyukur. “Lebih senang lagi karena ternyata saya menerima honor dari sekretariat redaksi sebesar Rp75 ribu. Uang segitu cukup berarti buat saya,” katanya.

Sambil melanjutkan pendidikan di Fakultas Ekonomi Universitas Krisnadwipayana (UNKRIS), dia bekerja magang di beberapa majalah mulai dari Majalah “SWA Sembada”, Majalah “Hotel dan Restoran” PHRI, hingga Majalah “Pasaraya”, sebelum akhirnya menetap di Majalah “Matra”.

Sebagai wartawan yang meniti karier di Majalah “Matra” hingga menjadi Pemimpin Redaksi di sana, konsep jurnalistiknya pun terbentuk. Dia mengedepankan profesionalisme dengan tetap berpedoman pada Kode Etik Jurnalistik.

Terbiasa bekerja di majalah dengan liputan bersifat investigasi menjadi tantangan bagi Budi Jojo. Sebab, dia harus siap menghadapi dampak dari tulisannya, yang kerap membuat sejumlah pihak merasa terganggu.

Suatu ketika dia berurusan dengan pejabat atau artis yang merasa “terganggu”, karena tulisannya membuka “kedok” mereka sebagai pelaku kejahatan.

Jadi catatan juga beberapa kali Budi Jojo menghadapi ancaman fisik dan mental dalam menjalani kegiatan jurnalistik karena menyingkap jaringan mafia penyelundupan mobil mewah yang sering dipakai para buzzer, dan artis simpanan pejabat, hingga fenomena “kawin bawah tangan” para sosialita.

Bukan hanya ancaman yang tidak mempan, dia juga kerap ditawari iming-iming uang “amplop” untuk menggoyahkan dan menghentikan pemberitaan atas suatu hal. “Saya selalu menolak dan sering kali yang dilobi atasan. Tentu dengan harapan investigasi dihentikan. Kan, tidak bisa juga,” kata Budi Jojo.

Ketegasan sikap Budi Jojo untuk menjalankan investigasi — dengan cara menolak umpan dari pelaku kejahatan — dipandang sangat menginspirasi oleh sejumlah lembaga sosial yang peduli pada masalah tersebut. Hingga Budi Jojo mendapat beasiswa dari Ford Foundation, ISAI, dan LP3Y untuk katagori “Investigative Reporting”.

Dalam jurnalistik, wartawan investigasi dianggap memiliki kasta lebih tinggi, dan Budi Jojo membuktikan dedikasi dan kerja keras sebagai kunci sukses di bidangnya. Jika ada wartawan baru yang dilibatkan menjadi tim investigasi, biasanya dikemudian hari menjadi wartawan hebat.

Di luar kegiatan jurnalistik, Budi Jojo aktif dalam gerakan anti narkoba (narkotika dan obat terlarang). Sejumlah artis pun dilibatkan untuk menyuarakan bahayanya narkoba.

Perhatiannya pada isu anti narkoba tidak berkurang sejak era Badan Koordinasi Pelaksana Instruksi Presiden (Bakolak Inpres) hingga Badan Narkotika Nasional (BNN). Dari BNNP DKI Jakarta, dia mendapat gelar “Sahabat BNN”.

Selain itu, Budi Jojo juga dipercaya menjadi mentor tentang cara menulis yang efektif dan menjadi ‘coach’ berbagai pelatihan jurnalistik di instansi pemerintah dan BUMN. Pelatihan diberikan sebagai prasyarat kenaikan Jabfung (pejabat fungsional).

Saat ini Budi Jojo adalah Ketua Forum Pimpinan Media Digital Indonesia, Ketua Asosiasi Media Digital Indonesia (AMDI), pendiri Densus Digital dan aktif di komunitas Indonesia Cyber Security Forum.

Lulusan S2 STIE Bisnis Indonesia ini menulis buku beberapa biografi tokoh. Dia adalah sosok yang netral dalam setiap pemilihan tokoh penting bangsa ini.

Tidak sedikit jurnalis menjadi bagian tim sukses salah satu kandidat, dan kemudian mendapat jabatan strategis, seperti komisaris BUMN atau duta besar. Namun Budi Jojo memilih tetap menjadi jurnalis.

#Teguh Imam Suryadi

Exit mobile version